Sahbirin Noor terbilang Orang Hebat dan Kuat. Meski sudah ditetapkan Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan di Kalimantan Selatan, KPK belum langsung menahan Gubernur yang biasa disapa Paman Birin ini. Untuk figur lain, KPK langsung menahan Si-Tersangka. Sikap KPK nampak tak biasa, meski sudah pamerkan pula uang Rp. 13 miliar hasil OTT yang melibatkan Gubernur Kalimantan Selatan ini. KPK berencana terbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO). Mengapa?
JScom, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menahan Tersangka Kasus Korupsi Sahbirin Noor, Gubernur Kalimantan Selatan. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut atas operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Minggu (6/10). Direktur Penyidik KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, penahanan tersangka dalam OTT tersebut dilakukan menyesuaikan jalannya uang suap ke para tersangka.
Asep Guntur mengatakan, uang tersebut belum sampai di tangan Sahbirin Noor (SHB). “Jadi uang yang itu bergerak. Saya ulangi ya dari pemberi dari YUD (Sugeng Wahyudi-swasta) AND (Andi Susanto-swasta) kemudian ke YUL (Yulianti Erlynah-Kepala Bidang Cipta Karya) kemudian ke saudara BUY ini sopir ya, kemudian ke saudara AHM (Ahmad-pengurus Rumah Tahfidz Darussalam) ke sana,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/10).
Menurut Asep, dalam OTT yang menyesuaikan dengan jalannya uang tersebut, KPK menetapkan 6 orang tersangka. Sementara itu, penetapan tersangka Shabirin Noor dilakukan berdasarkan ekspos perkara di mana ditemukan cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.
“Dalam pemeriksaan-pemeriksaan terhadap orang-orang yang diamankan, dan ditemukanlah adanya kaitan-kaitan terhadap beberapa pihak, sehingga tadi yang ditetapkan sebagai tersangka itu tidak hanya 6 orang yang ada di sini,” ujarnya.
Sejauh ini, KPK telah menahan enam tersangka terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan di lingkungan Pemprov Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Selasa (8/10). Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan berinisial Agustya Febry Andrean (FEB).
Kemudian ada dua orang pihak swasta bernama Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND). Solhan, Yulianti, Ahmad, dan Febry ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK, sedangkan Wahyudi dan Andi ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap 6 Tersangka untuk 20 hari terhitung mulai tanggal 07 Oktober 2024 sampai dengan 26 Oktober 2024,” kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.
Selain enam orang tersangka tersebut, KPK juga menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor sebagai tersangka. Namun, Sahbirin Noor belum ditahan. Ghufron mengatakan, empat orang tersangka dari lingkungan Pemprov Kalsel diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan, dua orang tersangka dari unsur swasta diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK Buka Opsi Terbitkan DPO Gubernur Kalimantan Selatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka opsi untuk menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi senilai Rp12 miliar di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan penyidik akan terlebih dulu melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan. DPO akan diterbitkan apabila yang bersangkutan bersikap tidak kooperatif dengan tidak memenuhi panggilan penyidik.
“Kami akan lakukan prosedur pemanggilan. Tidak hadir, kami panggil kembali. Tidak hadir lagi akan kami DPO,” kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.
Ghufron mengatakan penyidik tidak langsung menerbitkan DPO terhadap Sahbirin karena ada prosedur yang harus dijalankan sebelum dilakukan penerbitan DPO.
“Hanya soal prosedur,” ucapnya.
Diketahui, proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar. (red)