Pasangan Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Maluku Utara Husain Alting Syah – Asrul Rasyid Ichsan (HAS) jadi mercusuar bangkitnya kepemimpinan Moloku Kie Raha dalam bingkai Adat Se-Atorang. Pribadi Husain – Asrul disimbolkan sebagai paket pimpinan bersih, jujur dan berkarakter penuh kharisma. Rekam jejak kedua tokoh ini, layak jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara di Pilkada Malut 2024.
JScom, JAKARTA – Di Pilkada 2024, Maluku Utara tak boleh salah memilih pemimpin. Bakal kontestan Husain Alting Syah – Asrul Rasyid Ichsan dianggap “duet pemimpin” yang mampu mengeksekusi kebijakan fenomenal, membangkitkan Maluku Utara dari porak-poranda birokrasi pemerintahan. Konsep Adat Se-Atorang setidaknya menjadi solusi dan konsep mencari pemimpin ideal di propinsi yang kaya sumberdaya alam ini.
Demikian Habib Ahmad Assagaf ST, tokoh muda Maluku Utara, pegiat rekonsiliasi pembangunan Maluku Utara, mengomentari kondisi kepemimpinan di daerahnya, saat bincang-bincang ringan bersama www.jurnalswara.com di sela kesibukannya di Kawasan Jakarta Pusat, kemarin, Rabu (11/9).
Menurut Habib, pemimpin di Maluku Utara, dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur, harus memiliki pengetahuan, pengalaman, dan konsep dasar tentang filofosi Moloku Kie Raha. Sebab jauh sebelum Republik Indonesia ada, Konsep Adat Se-Atorang telah menjadi landasan bagi pemimpin adat, Sultan Ternate, Sultan Tidore, Sultan Bacan, dan Sultan Jailolo.
“Ukiran emas falsafah kepemimpinan di Moloku Kieraha telah membukukan sejarah dan prestasi yang membanggakan. Pengelolaan potensi kekayaan alam, manajemen hidup bermasyarakat, hingga norma kepemimpinan di era itu, dilaksanakan oleh Sultan-sultan yang sangat hebat melalui konsep Adat Se-Atorang ini. Bahkan sampai pada ajaran-ajaran kebaikan, damai, hingga keagamaan,” jelas Habib Ahmad.
Saat ini, menurut Habib, melalui fakta kepemimpinan pasca Maluku Utara jadi propinsi sejak 4 Oktober 1999, melalui UU RI Nomor 46 Tahun 1999, periode kepemimpinan selalu berakhir dengan sejumlah masalah. Kasus korupsi, persoalan manajemen pemerintahan dan birokrasi selalu jadi masalah hukum.
“Nah, di momen Maluku Utara mencari Pemimpin ini, atau di Pilkada 2024 kali ini, kita tidak boleh terjebak pada irama pilkada-pilkada sebelumnya, yang hanya mengandalkan semangat tanpa rasa dan tidak boleh berprinsip tanpa histori. Kita harus membuka mata, telinga, hati dan rasa, kita harus kembali kepada norma negeri kepulauan yang memiliki adat budaya sebagai dasar memilih pemimpin,” kupas Habib Ahmad Assagaf serius.
Dari keempat Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, kata Habib, hanya pasangan Sultan Tidore Husain Alting Syah – Asrul Rasyid Ichsan (HAS) yang dinilai memenuhi kriteria kepemimpinan Maluku Utara. HAS memiliki potensi dan kompetensi membangun Maluku Utara dan paham peletakan Adat Se-Atorang dalam setiap kebijakan Pemerintahan dan Pembangunan. Selain itu, harmonisasi dalam keberagaman pun tentu akan terselenggara dengan baik.
Menurut adik kandung aktifis nasional Muhammad Iqbal Assagaf ini, sematan identitas kepemimpinan koruptif di Maluku Utara harus dihilangkan. Ego Sektoral dan “budaya” KKN dalam berpemerintahan harus dihentikan. Saatnya Pemimpin Maluku Utara untuk serius berkolaborasi secara utuh untuk membangun negeri secara bersama. Sebab Maluku Utara bukan milik sekelompok orang.
Moloku Kieraha sejak dulu memang terkenal dengan kehidupan yang heterogen. Pecampuran budaya antar negara hingga ratusan sub etnisnya. Baik Suku, Agama, Warna Kulit hingga Adat. Dengan demikian, tambah Habib Ahmad, jika hal ini tidak dipahami oleh pemimpin, maka kondisi Maluku Utara tetap seperti keadaan yang terlihat sekarang.
Karena itu, Aktifis dan Mantan Pengurus Nahdatul Ulama Halmahera Selatan dan NU Malut ini berpesan kepada khalayak Maluku Utara untuk membuka hati dan memastikan pilihannya kepada Sultan Tidore – Asrul di Pemilihan Gubernur 27 November 2024 nanti. “Kedua Tokoh ini adalah pribadi yang bersih dan tidak tercatat dalam korupsi yang lagi marak dan menimpa calan-calon pemimpin,” ujar Habib.
Rekan Jejak Sultan Tidore – Asrul sebagai pejabat publik pun mentereng dan tak ada cacat. Karenanya, Habib Ahmad Assagaf meyakini publik Maluku Utara tidak akan salah pilih pemimpinnya. Yaitu pemimpin yang berani melakukan rekonsiliasi birokrasi, paham mengaktualisasi konsep Adat Se-Atorang ke komunitas masyarakat secara menyeluruh.
Intinya, Habib mengatakan, untuk memperbaiki kondisi yang ada, publik Maluku Utara tak boleh melupakan “bekas tangan” para leluhur dan sejarah para Sultan-sultan Moloku Kieraha yang yang telah mengedepankan Adat Se-Atorang yang telah memayungi pola hidup dan sikap pemimpin di masa itu. “Ngoni mau pilih sapa lai, me Sultan Tidore deng Asrul su ada itu,” ajak Tokoh Muda ini.
Terakhir, Habib Ahmad Assagaf mengucapkan terima kasih kepada Partai PDI Perjuangan, PKN dan Partai Ummat yang telah mengusung Sultan Tidore – Asrul. Habib memuji PDI Perjuangan yang secara tepat memilih paket pemimpin yang simetris dengan garis perjuangan partai yang berpihak kepada masyarakat, wong cilik.(red)