Seperti dugaan sejumlah kalangan, DPRD Kepulauan Sula ‘mati-kutu’ di hadapan Bupati Fifian Adeningsih Mus. DPRD disebut-sebut hilang fungsi pengawasan, hingga gugur naluri kritis terkait kebijakan pemerintah daerah. Kejadian terakhir, DPRD tutup mata terhadap Pesiar Kades ke Luar Negeri. “Itu kan Kebijakan Yang Menjadi Kewenangan Mereka (Pemda/Bupati),” kata Ketua Komisi 1 DPRD Kepulauan Sula, H. Syafrin Gailea.
JScom, KEPULAUAN SULA – Ketua Komisi 1 DPRD Kepulauan Sula H. Syafrin Gailea mengaku DPRD tidak tahu dengan kebijakan pemda terkait perjalanan dinas kepala desa ke Luar Negeri. Demikian respon Syafrin Gailea soal puluhan Kepala Desa yang melancong ke negara-negara tetangga.
“DPRD tidak tahu dengan kebijakan pemda terkait perjalanan dinas Kepala Desa, itu kan kebijakan yang menjadi kewenangan mereka,” pesan Chat Whatsapp H Syafrin kepada www.jurnalswara.com, Jumat (13/6).
Jawaban singkat padat dan lugas H. Syafrin Gailea ini, setidaknya menguatkan curiga publik bahwa DPRD Kepulauan Sula telah kehilangan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik.
Pernyataan H Syafrin memantik keprihatinan dari jurnalis senior Babatopa Media Group, Sulla Effendi Kharie. DPRD tidak menjalankan fungsi pengawasan atas implementasi fungsi legislasi dan budgeting.
“Dengan mengatakan kebijakan kebijakan Bupati Sula tentang perjalanan Kepala Desa ke Luar Negeri sebagai wewenang Bupati, telah memunculkan opini dan kegelisahan public soal eksistensi DPRD sebagai pengawas atas implementasi fungsi legislasi dan budgeting,” jelas Sulla.
Sulla juga berharap DPRD Kepulauan Sula kembali ke fungsi yang semestinya. Semisal perjalanan dinas keluar negeri, DPRD harus memastikan bahwa perjalanan yang berdampak pada program dan keuangan daerah (keuangan desa) harus sinkron dengan ketentuan dan kebijakan pemerintah.
Pertama, kebijakan Presiden Prabowo tentang Efesiensi Anggaran, setidaknya memberi sinyal kepada seluruh pemerintah daerah, Kabupaten Kepulauan Sula, untuk merampingkan postur belanja-nya. Program yang berjalan harus benar-benar penting dan substantive.
Kedua, tambah Sulla, DPRD harus memastikan kebijakan Bupati harus bersesuaian dengan regulasi daerah (Perda APBD, APBDes) dan kebutuhan yang dispesifikasi sebagai hal yang mendesak. Minimal setiap kebijakan memiliki keterkaitan dan tanggung-jawab konstitusional.
“Ketiga, perjalanan kepala desa ke Luar Negeri ini sudah ada pembatasan bahkan larangan sejak 11 Pebruari 2025 melalui siaran pers Kementerian Desa dan PDT RI. Jika informasi seperti ini tidak diupdate oleh mereka yang berkepentingan, maka kondisinya ya seperti ini,” ujar Sulla tersenyum.
Satu hal yang amat penting, adalah tujuan dan target perjalanan itu sendiri. Apa targetnya? “Mengapa Bimtek ke Jakarta kok Live Facebook di Malaysia? Ini sesuatu yang konyol,” ujar Sulla.
Informasi yang diperoleh media ini juga menggelikan. Rencana perjalanan para Kades ke Luar Negeri setidaknya sebagai misteri dan diam-diam. Tak ada publikasi agenda bimtek secara resmi oleh kantor Inspektorat, misalnya. Para kades mengawali dengan pengurusan paspor, hingga menyerahkan pengaturan keberangkatan kepada orang dan biro perjalanan tertentu.
Kepala Dinas PMD Rahmat Sillia pun tidak tahu perjalanan para kades ke Luar Negeri, padahal aktifitas pemerintahan desa adalah salah satu tupoksi PMD yang memiliki hubungan koordiinasi dan pembinaan kinerja dengan pemerintahan desa.
Seorang Staf pemerintah Desa di Kota Sanana, kepada media ini juga mengaku bingung soal biaya perjalanan dinas kades-nya. “Perjalanan Dinas ke Luar Negeri memang tidak ada di APBDes, mungkin pakai uang pribadi Ibu Bupati,” ujar pria ini serius.
Jika seperti ini rumitnya, ancaman penggunaan uang desa yang tidak semestinya, lantas DPRD berprinsip hal tersebut sebagai kewenangan “mereka”, maka selesailah fungsi pengawasan. Bisa jadi.(JS-Ris)