Hujan deras mengguyur Pulau Sulabesi semalam. Tiga desa menerima luapan air dan menggenangi rumah-rumah penduduk. Ratusan rumah penduduk tergenang, lebih seratus meter Jalan Utama tertutup air hingga lutut orang dewasa. Pohon tumbang. Pengendara wajib berhati hati jika melintas. Belum ada gerak tanggap darurat dari Pemerintah Daerah. Sangatlah kontras, jika dibanding Kerja Cepat Politik Praktis Bupati Fifian di Pemungutan Suara Ulang di Pulau Taliabu, Propinsi Maluku Utara, Maret dan April 2025 lalu.
JScom, KEPULAUAN SULA – Semprotan sejumlah warga di tiga desa langganan banjir di Kota Sanana cukup beralasan. Hujan deras yang mengguyur semalam memunculkan ketakutan warga Waihama, Wai Ipa dan Umaloya. Aliran air cukup deras melanda, Beberapa “lirang” pagar rumah penduduk hingga pagar kantor Gedung Sekretariat Partai Golkar roboh. “Pemda ini kanapa dorang badiam sampe jam ini,” tanya seorang warga Wai Ipa kepada awak media ini, Sabtu (9/5).
“Ibu Bupati ini kalau urusan politik pilkada sangat cepat bergerak. Tapi kalau kondisi banjir kayak begini, antua kurang peduli,” semprot seorang warga Umaloya. Warga ini lalu mencontohkan kegesitan Bupati Kepulauan Sula Fifian Adeningsih Mus saat PSU Pilkada di Kabupaten tetangga, Pulau Taliabu.
Argumen sederhana Ibu muda ini bisa jadi cerita fakta. Bupati kala itu, seolah tidak peduli dengan kondisi yang ada di Kepulauan Sula. Bupati lebih memilih memboyong “Pasukan ASN” hingga pejabat Kepulauan Sula mengurus pemenangan Calon Bupati Citra Puspasari Mus di Kabupaten Pulaun Taliabu.
Amatan www.jurnalswara.com di tiga desa (Waihama, Wai Ipa, Umaloya), hingga pukul 10.04 WIT, belum ada tim dari pemda yang menyusur titik banjir di tiga desa. Demikian pula pendataan korban terdampak akibat hujan semalam.
Kejadian banjir ini bukanlah cerita pagi ini, melainkan sudah dari tahun-tahun sebelumnya. Tercatat, belum ada skenario penanganan banjir yang efektif. Ada pekerjaan normalisasi kali/sungai, tapi tak maksimal.
Konsep penataan drainase dan “jalan air” ke laut sudah harus dinikmati di usia 20-an tahun kabupaten ini. Jika konsep tidak ada, maka sesungguhnya banjir adalah langganan ketika penghujan datang. “Kota Tanpa Drainase adalah kota yang Ghaib-nya tinggal menunggu waktu,” ujar Chanoks Buamona, salah seorang pegiat media sosial di Kota Sanana.(JS-MK)