Di tahun 2025, Kota Sanana berusia usia 675 tahun. Ada ucapan selamat dari mereka para “Pak Foka” Kepulauan Sula. Ada nada protes realistis, sinis, hingga ajakan meneliti kembali momen kelahiran kota yang terletak di gugus pulau berbentuk bak senapan ini. Berikut, Dr. Syaiful Bahri Rurai mengurai ihwal penetapan Hari Jadi Kota Sanana.
Apresiasi Redaksi Jurnalswara
RAMAI di media sosial, hari ini 12 April 2025. Di salah satu beranda whatsapp grup, beta menemukan sejumlah ucapan melalui beberapa desain foto indah, SELAMAT HUT Ke 675 KOTA SANANA. Beta perhatikan baik-baik. Ucapan berasal dari Pimpinan dan Anggota DPRD Kepulauan Sula, Anggota DPR RI, hingga Pemerintah Daerah Kepulauan Sula. Beta baru lihat dan baca ucapan selamat seperti ini. Entah di tahun kemarin ada atau tidak.
Sebagai warga jurnalis, beta sengaja bertanya di grup itu, Apakah penetapan Hari Jadi ini sudah melalui regulasi yang semestinya, Peratuan Daerah, Peaturan Bupati, dan ataukah Keputusan Bupati Kepulauan Sula. Sayang, pertanyaan tak kunjung berjawab, tidak direspon.
Beta sejenak merenung, usia 675 tahun bagi seukuran kota kecil Sanana memang perlu penjelasan dan bicara realitas, juga fakta sejarah dan irisan cerita masa lalu yang saling bertaut. Kota Sanana yang dulunya “dibangun” oleh beberapa komunitas berkelompok di Pulau Sulabesi ini, secara turun temurun punya cerita hebat juga heroik. Slogan HAI SUA BARAKAT, setidaknya akrab di beta punya telinga sejak kecil di Dofa, —salah desa di sekitar Selat Capalulu Pulau Mangoli.
Diskusi kecil dan tajam tak sengaja digelar semalam. Bersama Sanohi Jun Sangaji dan Sanohi Sula Effendy Kharie di sebuah ruang kecil di Selatan Kota Jakarta, kami masing-masing berargumen soal usia Kota Sanana. Mungkinkah ada relevansi ke-tua-an Sanana dengan kalimat HAI SUA BARAKAT? Kami bertiga lebih banyak menebak karena belum menemukan referensi pas. Sementara di media sosial banyak benturan statemen pegiat media soal usia Sanana tanpa pencerahan, dan argumen kepastian.
Jun Sangaji kemudian mengusulkan meminta penjelasan Bang Ipul Rurai (Dr. Syaiful Bahri Rurai), seorang tokoh Maluku Utara asal Kepulauan Sula. Bang Ipul di beberapa jurnal ilmiah, banyak mempresentasi budaya dan sejarah di Maluku Utara, termasuk Kepulauan Sula, Kota Sanana. Politisi dan akademisi ini pernah menulis dalam www.lefo.id tentang TERNATE dan PORTUGIS, Cerita Dua Peradaban, The Clash Of Civilization.
3 Tahun Riset Hari Lahir Kota Sanana
Beta masih ingat, wacana Hari lahir Kota Sanana berawal dari percakapan di Grup Whatsap Keluarga Sula Bersatu (KSB) di sekitar bulan September tahun 2022. Anggota Grup Abdurrahman Duwila (Kaka), pegiat media sosial Maluku Utara dan mantan Anggota DPRD Kepulauan Sula, yang mula-mula menggagas wacana ini. Gagasan Kaka berlanjut hingga acara live zoom dengan mengundang pihak akademisi Universitas Unkhair Ternate dan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
Anggota DPRD Kepulauan Sula, H Syafrin Gailea, yang turut hadir di live zoom kemudian berjanji akan meneruskan hasil diskusi online itu ke Pemerintah Daerah Kepulauan Sula. Di tahun berikutnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata Kepulauan Sula menggelar seminar dengan menghadirkan para pakar sejarah dari Ternate dan Jakarta, pada Selasa 16 Mei 2023.
Dr. Syaiful Bahri Rurai adalah salah satu narasumber yang dihadirkan dalam seminar PENENTU HARI JADI SULA. Seminar ini terselenggara atas kerjasama Pemerintah Daerah Kepulauan Sula dengan Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI) Maluku Utara.

Bang Ipul kemudian menghubungi koleganya Profesor Susanto Zuhdi, Ahli Sejarah, Dosen UI, Mantan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Kepbudayaan dan Pendidikan Republik Indonesia, dan Profesor Agus Mulyana, Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI Pusat), Dosen Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Selain dua pakar ini, turut hadir pula Profesor Sahril Muhammad, Dosen Unkhair, Sejarahwan Maluku Utara, Ketua MSI Maluku Utara.
Penentuan Hari Jadi Sula (Kota Sanana) diawali dengan riset akademis kurang lebih 3 (tiga) tahun. Metodologi riset simetris dengan yang digunakan dalam penentuan hari jadi Kota Jakarta dan Kota Ternate. “Konsep dan metodologi riset tidak boleh keluar dari kajian literasi dan akademis, karena harus didukung fakta sejarah,” ujar Bang Ipul.
Hari Jadi Kota Jakarta misalnya, Profesor Husein Djayadiningrat (ahli sejarah Islam) dan Prof Soekanto (ahli sejarah Jawa), akhirnya menetapkan Hari Jadi Kota Jakarta di momentum penaklukkan Portugis oleh Fatahillah di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta
Tepatnya, tanggal perayaan HUT Kota Jakarta merujuk pada hari saat pasukan gabungan Kesultanan Demak dan Ceribon yang dipimpin Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527. . Kemudian sejak saat itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta, arti kemenangan terakhir.
Penentuan Hari Jadi Kota Ternate sebelumnya akan ditetapkan sesuai tanggal penetapan Undang-Undang Daerah Otonomi Kota Ternate tahun 1999. Banyak pihak tidak setuju, karena Kota Ternate sebelumnya telah ada melalui Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1981 tentang Pembentukan Daerah Administratif Kota Ternate.
Walikota Ternate Syamsir Andili kemudian meminta Bang Ipul merekomendasi pakar sejarah untuk meriset hari jadi Kota Ternate. Dua orang pakar, masing-masing Profesor Rijcard Zakarias Leirissa dan Profesor Adrian B Lapian, ahli sejarah Maluku Utara, setelah melakukan serangkaian kajian literasi dan riset sejarah, akhirnya menetapkan jatuhnya Benteng Portugis di Kastela, 29 Desember 1250 sebagai hari Lahir Kota Ternate. Penetapan ini, juga berdasar cerita fakta kemenangan Kesultanan Ternate, Sultan Baabullah.
Untuk Penentuan Hari Jadi Sula, Kota Sanana, Bang Ipul menggandeng Profesor Susanto dan Profesor Agus, memulai penelitiannya melalui buku De Bijdragen tot de Kennis der Residentie Ternate. Buku ini ditulis oleh F.S.A. de Clercq, Terbitan E.J. de’Brill, Leiden, tahun 1896.

“Buku ini memuat De Soela Groepen, Soela Einland, (Kepulauan Sula, red)), yang menjelaskan tentang 6 Sangaji yang menjadi 12 ikatan Soa di Kepulauan Sula,” Imbuh Bang Ipul.
De Clercq juga mengutip buku Francois Valentijn (1666-1727), Oud en Nieuw Oost Indien (1724-26), yang juga menulis tentang Sula dan struktur sosial di Pulau Sulabesi, Mangoli dan Pulau Taliabu.
Hasil penelitian para pakar bersama MSI Maluku Utara yang diketuai Profesor Syahril Muhammad, kemudian diseminarkan pada 16 Mei 2023. Tim Perumus Seminar menyatakan Hari Jadi Sula (Sanana), bertepatan pada tanggal 12 April 1350 dan berusia 673 tahun (tahun 2023).
Tanggal tersebut merujuk pada representasi Salahakang dari 12 (dua belas) Sangaji menjadi 4 (empat) Yai Fai Gareha. Sedangkan tahunnya mengacu pada masa Sula (Kepulauan Sula) yang berada di bawah kekuasaan Ternate pada era Kolano Ngolo Macahaya (1350-1357) yang ditandai dengan pengangkatan Salahakang Sula oleh Kulano Ternate.
Terait penentuan Hari Jadi Sanana, tim juga menggunakan rujukan Kitab Muqaddimah (1377), karya agung Ibnu Khaldun.
Jelas? Bang Ipul, Aktifis Senior HMI ini menutup percakapan telepon dengan mengutip John Urry, seorang pakar, “The future belongs to nodes that connect the past to innovation“.” Masa depan adalah milik titik-titik yang menghubungkan masa lalu dengan inovasi.
Kapan Penetapan PERDA Tentang HUT Kota Sanana
Ucapan selamat ulang tahun Kota Sanana yang ke 675 di tahun 2025 ini memang tak salah. Hasil Tim Perumus Seminar pada 16 Mei 2023 bertajuk Penentuan Hari Jadi Sula adalah rujukan. Pemerintah Daerah dan DPRD Kepulauan Sula harusnya sudah bikin regulasi daerah (Perda, Peraturan Bupati, dan sejenisnya).
Beta juga membaca pendapat khalayak di beberapa platform media sosial, bahwa penggunaan kata “Kota” untuk Kota Sanana tidak tepat. Sanana belum memenuhi syarat sebagai Kota. Sementara pendapat lain, Kota yang disandingkan dengan Sanana bukanlah bermakna Kota sebagai daerah otonomi sesuai perundang-undangan, melainkan sebutan lain dari banteng Altein yang berlokasi di Pulau Sulabesi. Wallahulálam. (babatopa)