Siang tadi, suhu ruang sidang Pengadilan Negeri Ternate cukup bersahabat. Sidang yang terbuka untuk umum itu berjalan lancar. Ada lelaki paruh baya di sudut ruang sidang serius mendengarkan penjelasan saksi terhadap pertanyaan Jaksa dan Hakim. Sesekali lelaki ini geleng-geleng kepala sambil mengeringkan keringat di wajah dengan selembar tisu.
“ASSALAMU’ALAIKUM PAK,” JurnalSWARA.com menghampiri lelaki ini usai sidang Dugaan Korupsi Belanja Tak Terduga (BTT) Kepulauan Sula Tahun Anggaran 2021 di Pengadilan Negeri Ternate.
“Tadi Bapak serius sekali menyaksikan sidang korupsi BTT Sula,” jurnalSWARA membuka percakapan.
“Iya, saya penasaran membaca berita soal kasus itu. Lebih baik Torang ikuti langsung, biar puas,” ujar Bapak sambil perkenalkan diri sebagai mantan penyidik dia kepolisian. “Saya sudah pensiun,” tambahnya.
“Saya ikuti berita di surat kabar dan media online soal.kasus ini. Saya sempat bingung dengan pihak kejaksaan, kok hanya PPK yang jadi Tersangka dan maju ke pengadilan sebagai Terdakwa Tunggal?,” gerutu si Bapak sambil geleng geleng kepala.
Padahal, menurut dia, tahap pemeriksaan sudah sangat terbuka. Ada pihak lain yang turut serta berperan dalam dugaan korupsi BTT,” tambahnya.
Biasanya, dia melanjutkan, ini juga bagian dari trik Jaksa membuktikan fakta dipersidangan. Terdakwa memang satu orang, tapi tidak menutup kemungkinan ada tambahan, sesuai fakta yang terungkap di persidangan.
Seperti hari ini, Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Ternate menggelar sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi Dugaan Korupsi anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) Covid-19 senilai Rp. 28 miliar Kabupaten Kepulauan Sula pada tahun 2021.
Jaksa menghadirkan 7 orang saksi, masing-masing; Kasubag Perencanaan, Said Latif, Kadis Kesehatan, Bendahara Dinas Kesehatan, Kepala/bendahara Penerima Barang, Sekda Kepulauan Sula, oknum Anggota DPRD Kepulauan Sula Lasidi Leko dan Plt Kepala BPKAD, Gina Tidore.
Yang menarik di sidang kali ini, Lasidi Leko bersikukuh bahwa dirinya tidak pernah berkoordinasi dengan Muhammad Bimbi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait pencairan anggaran BTT Covid-19 tersebut.
Bahkan, ketika diperlihatkan seluruh bukti chating-an dengan Muhammad Bimbi, dan dibacakan chating-an oleh Hakim Ketua, anggota DPRD Kepulauan Sula itu tetap menolak bahwa chating-an itu bukan dirinya.
“Tidak benar Yang Mulia.” jawab Lasidi Leko saat ditanya Hakim soal bukti chating-an.
Bukti chatingan kedua melalui WatsaApp yang diperlihatkan oleh Muhammad Bimbi di depan hakim, Lasidi Leko juga mengaku bahwa itu juga bukanlah nomor telpon miliknya.
“Jadi saksi menyangkal bahwa dua nomor yang diperlihatkan itu bukan miliknya. Nanti dibuktikan saja, karena semua orang punya hak menjawab.” ujar Hakim Ketua Hadijah.
Dalam persidangan JPU juga membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Almarhum Bahrudin Sibela yang merupakan eks Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kepualaun Sula.
Bahwa Saksi Lasidi Leko sempat memaksa Bahrudin Sibela untuk menandatangani surat pencairan anggaran bahan medis habis pakai (BMHP).
“Saya tetap tidak mau tanda tangan karena saya sendiri belum melihat barang BMHP tersebut.” JPU saat bacakan BAP Bahrudin Sibela.
Meskipun Lasidi Leko mengatakan bahwa barang tersebut merupakan milik Bupati Kepulauan Sula, tetapi Almarhum Bahrudin Sibela bersikeras tidak mau menandatanganinya.
JPU membeberkan, bahwa Bahrudin Sibela pernah menanyakan kepada Lasidi Leko bahwa siapa yang mengadakan barang BMHP itu. Kemudian Lasidi Leko menjawab bahwa itu adalah saudara Puang.
“Saya tanya, puang itu siapa. Lasidi Leko mengatakan bahwa Puang itu adalah orang yang mendukung Fifian Ade Ningsi Mus sehingga menjadi bupati.” ucap JPU saat membaca BAP Bahrudin Sibela.
Muhammad Bimbi saat ditanyakan hakim terkait pengadaan BMHP tersebut mengaku dirinya bersama Lasidi Leko yang selalu mengurusnya.
“Setiap ada pekerjaan saya selalu koordinasikan dengan saksi karena dia (Lasidi Leko) yang mengetahui penyedia.” demikian Bimbi.
Diketahui, Bimbi selaku PPK sudah ditersangkakan. Dia disangka terlibat dalam proyek yang diduga korupsi ini. Tapi apakah peran seorang Bimbi bisa mengaduk-aduk pekerjaan proyek yang berdampak merugikan keuangan negara dan daerah?
Diketahui pula, proses pencairan dana proyek pengadaan habis pakai yang menggunakan anggaran BTT tak segampang bicara. Harus ada permohonan pencairan, harus pula ada review dari Inspektur Inspektorat.
Sementara Surat dari Inspektorat yang menyatakan barang pengadaan itu belum ada, yang berarti pencairan belum bisa dilaksanakan. Toh, sekretariat daerah dan pihak pengelola keuangan daerah tetap saja mengucurkan anggaran dari kas daerah. Nah…. Sampai di sini, betulkah Seorang Bimbi sanggup.mempreteli uang dari Kas Daerah Kepulauan Sula? (BT-JS)
Makasih, Bro💪💪
Informasinya akurat sekali, somoga keadilan bisa terungkap