Aroma tak sedap lantaran sindikat proyek miliaran rupiah milik Pemda Kepulauan Sula memang tak bisa ditutupi. Rahasia umum gagalnya proyek yang diduga milik “Sang Babe” rupanya tak bisa diselamatkan dari hukum. Meski Pemerintah Propinsi Maluku Utara telah gelontorkan belasan miliar untuk bangun ruas Jalan Kaporo-Capalulu, tapi luka proyek di era FAM-SAH ini tetap menganga.
JsCom, SANANA – Sekitar 40 puluhan miliar Uang Daerah (APBD Kepuluan Sula + APBD Provinsi Maluku Utara) tercurah sebagai anggaran Pembangunan Ruas Jalan Kaporo – Capalulu, di Pulau Mangoli Kabupaten Kepulauan Sula. Realisasi pembangunan jalan ini pun tak sebagus statemen pihak berkewenangan. Hingga kini pengguna jalan tersebut belum bahagia menikmati ruas jalan itu selayaknya.
Disebutkan, tahun akhir masa pemerintahan Bupati Hendrata Thes, tahun 2021, pemerintah daerah menggelontorkan dana senilai 7 miliar rupiah. Uang sebesar ini untuk membangun jalan sepanjang kurang lebih 8 kilometer. DI masa pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati FAM-SAH, volumenya dikurangi hingga 2,7 kilometer, namun menggunakan anggaran yang sama. Kok Bisa?
Pengurangan volume pekerjaan ini dibenarkan oleh kontraktornya, Afrizal Tandean saat dikonfirmasi habartimur.com, Selasa (14/12/2021). Tendean mengaku, biasanya pengurangan volume pekerjaan diikuti dengan nilai anggarannya, tetapi sesuai papan proyek yang terpampang di mes karyawan, anggarannya tidak mengalami perubahan alias tetap Rp 7 miliar.
“Jalan Kaporo-Capalulu kurang lebih 8 kilometer, sedangkan yang kita kerjakan hanya 2,7 kilometer dengan total anggaran Rp 7 miliar. Sebelum proyek jalan Kaporo-Capalulu dikerjakan Badan Pemeriksaan Keuangan BPKP turun cek ke lokasi,” ungkap Tandean kala itu.
Diketahui, pemenang tender proyek jalan tersebut adalah PT. Albarka. Nama direkturnyaadalah Abdi Albarka, dan Kuasa Direktur PT. Albarka adalah Abraham alias Bram. Kemudian Kuasa Direktur Abraham beralih ke Kuasa Direktur Afrizal Tendean. Pengalihan ini diduga dampak dari pengalihan kekuasaan pemerintahan daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Penelusuran media ini ke beberapa proyek yang telah menyelesaikan tendernya di bulan-bulan terakhir pemerintahan Bupati Hendrata, memang ada dugaan pengalihan secara damai dan paksa, bahklan ada sejumlah proyek yang telah menang tender di masa pemerintahan sebelumnya dibatalkan sepihak oleh oknum di Pemerintahan FAMSAH.
“Kuasa direktur kini dialihkan ke saya (Afrizal Tandean, red). Kenapa pekerjaan itu terlambat, karena sempat tarik ulur dari Abraham alias Bram yang waktu itu sudah mau lepas proyek itu, kemudian ada yang lain mau ambil, kurang lebih 4 orang yang mau manuver ambil proyek itu,” paparnya.
Alhasil, proyek peningkatan jalan Kaporo-Capalulu dengan nomor kontrak 26/SPJ/PPK/BM/DPUPRPKP-KS/V/2021, dengan tanggal kontrak yang diterbitkan pada 11 Mei 2021, senilai Rp. 7.000.016.012,00. baru dikerjakan pada bulan November 2021. “Torang mulai bekerja dari November 2021 dan kontraknya berakhir di 31 Desember 2021, kemudian adendum 60 hari,” jelas Tendean.
Pembangunan ruas jalan ini akhirnya menemui masalah. Proyek Gagal. Ada info, pihak perusahaan hanya mencairkan anggaran uang muka sebesar 30 persen, dan proyek pun terbengkalai. Berikutnya di tahun 2022, Pemerintah Daerah Kepulauan Sula kembali mengalokasikan tambahan anggaran untuk ruas jalan ini senilai Rp. 5 Miliar rupiah untuk ruas jalan ini.
Tambahan anggaran resmi pemerintahan ini pun tak menjawab keinginan publik untuk menikmati jalan bagus di sana. Lagi-lagi proyek ini pun tak jauh beda dengan tahun kemarin. Lagi-lagi anggaran senilai 5 miliar ini digunakan hanya 30 persen. Gagal Proyek?
Jangan salahkan bunda mengandung. Sebab, kondisi pembangunan ruas jalan ini pun makin rumit. Ruas jalan Kaporo-Capalulu kemudian dialihkan menjadi jalan Provinsi Maluku Utara. Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) pun mengalokasikan anggaran sebesar Rp 15.268.165.631,31 untuk pembangunan jalan Kaporo-Capalulu yang pada akhirnya dikerjakan oleh PT. Duta Tunggal Jaya selaku pemenang tender proyek.
Diketahui, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara pernah memanggil lima kontraktor yang terlambat dalam pengerjaan proyek pembangunan jalan.
Kontraktor yang sudah dipanggil diantaranya, kontraktor pembangunan jalan Waitina-Kou, jalan Modapuhi-Trans, jalan Kaporo-Capalulu dan pembangunan jalan Dofa. “Rata-rata pekerjaan yang terhambat itu kebanyakan ada di pembangunan jalan,” ujar Jainudin kepada wartwan saat itu.
JurnalSWARA mencoba mengkonfirmasi beberapa pihak di lokasi pembanguan, juga ke sejumlah politisi dan ahli konstruksi jalan, teruangkap bahwa perusahaan pemenang tender pembangunan jalan tidak memiliki peralalatan lapangan semestinya, terutama pemilikan alat berat dan sejenisnya.
Lalu bagaimana ceritanya, perusahaan yang bersangkutan menang di lelang tender sementara tidak punya kompetensi pekerjaan sebagaimana disyaratkan?
Sejumlah pihak mengaku penetapan perusahaan pemenang tender oleh Pemda Kepulauan Sula rata-rata tidak memiliki fasilitas Aspal Mixing Plant (AMP). Fasilitas ini salah satu elemen terpenting dalam industri konstruksi modern. Fasilitas ini memiliki peran krusial dalam memproduksi campuran aspal yang digunakan dalam pengaspalan jalan, jalan tol, landasan pacu bandara, dan proyek infrastruktur lainnya.
Asphalt Mixing Plant merupakan pabrik pengolah bahan-bahan mentah seperti agregat (batu pecah, pasir), aspal (bitumen), dan aditif lainnya menjadi campuran aspal yang siap digunakan dalam konstruksi jalan. Proses produksi di Asphalt Mixing Plant dilakukan secara terkontrol dan terotomatisasi untuk mencapai campuran aspal yang sesuai dengan standar kualitas dan spesifikasi yang ditentukan.
Anggota DPRD Kepulauan Sula Abdul Kadir Sapsuha mengaku bingung dengan proses tender di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kepulauan Sula. Karena selain fasilitas AMP misalnya, ada perusahaan pemenang tender yang tidak memiliki alat berat yang memadai. “Di sini masalahnya. Apakah pihak ULP memahami syarat perusahaan pemenang tender proyek pembangunan jalan ini atau tidak?” tanya Kadir.(Js-BT)