BERITAUncategorized

Sebelas Kepala Daerah Uji Materi ke MK, Pilkada Serentak 2024 Bermasalah?

×

Sebelas Kepala Daerah Uji Materi ke MK, Pilkada Serentak 2024 Bermasalah?

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, jurnalswara.com – Sebanyak 11 kepala daerah mengajukan uji materi atau judicial review terhadap ketentuan Pasal 201 Ayat (7), (8), dan (9) Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (26/1/2023).

Donal Fariz, Koordiantor tim kuasa hukum 11 kepala daerah, menyampaikan, pengujian pasal ini berkaitan dengan desain keserentakan pilkada nasional tahun 2024 yang dianggap bermasalah dan bertentangan dengan konstitusi.

Sebab, desain pilkada serentak dinilai telah merugikan 270 kepala daerah, terutama terkait dengan terpangkasnya masa jabatan para kepala daerah secara signifikan. “Secara persentase, jumlah kepala daerah yang dirugikan tersebut mencapai setengah dari jumlah total 546 kepala daerah di seluruh Indonesia, atau 49,5 persen dari 546 kepala daerah,” ungkap Donal Fariz kepada wartawan, Senin (29/1/2023).

Adapun 11 kepala daerah yang bertindak sebagai pemohon dalam gugatan ini terdiri dari Gubernur Jambi, Gubernur Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Pesisir Barat, Bupati Malaka, Bupati Kebumen, Bupati Malang, Bupati Nunukan, Bupati Rokan Hulu, Wali Kota Makassar, Wali Kota Bontang, Wali Kota Bukittinggi.

Bacaan Sahabat JS  Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo, Satu Kata Untuk Si Pengirim : PENGECUT

Para kepala daerah tersebut mewakili kepentingan dari 270 kepala daerah yang terdampak dan mengungkapkan setidaknya terdapat tujuh persoalan dari desain keserentakan Pilkada 2024 yang diatur dalam pasal-pasal yang diuji tersebut.

Adapun ketentuan dari pasal-pasal yang diuji berbunyi sebagai berikut: Pasal 201 Ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016: “Gubernur dan wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024”; Pasal 201 Ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016: “Pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024;

Pasal 201 Ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016: “Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) dan berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada Ayat (5), diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024”;

Bacaan Sahabat JS  Kalla : Parlemen Jalanan Akan Muncul jika Pemilu Tak Dievaluasi secara Konstitusional

Menurut Donal, 11 kepala daerah ini memiliki argumentasi yang berbeda dengan permohonan sebelumnya. Dalam pandangan pemohon ini, pembentuk undang-undang dinilai tidak memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan pilkada serentak nasional tahun 2024 sehingga berpotensi menghambat pilkada yang berkualitas.

Misalnya, satu, tidak terdapat perdebatan teknis dan substansial dalam pembahasan Jadwal Pilkada serentak nasional tahun 2024. Dua, penjadwalan penyelenggaraan Pilkada November 2024 tanpa mempertimbangkan risiko dan implikasi teknis Tiga, tujuan keserentakan pemilihan umum (pemilu) untuk efisiensi anggaran tidak terlaksana, Kemudian, penentuan jadwal Pilkada serentak nasional 2024 merugikan sebanyak 270 kepala daerah hasil Pilkada 2020.

Bacaan Sahabat JS  Makin Kokoh, Isu Rp. 2 Juta Jelang PSU oleh Paslon Lain Tak Bikin Pemilih SAYA TALIABU Goyah

Selanjutnya, keserentakan pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg), dan pilkada membuat potensi korupsi lebih tinggi dan keserentakan pilpres, pileg, dan pilkada membuat potensi gangguan keamanan dan ketertiban menjadi besar. Terakhir, para kepala daerah menilai, ada potensi penumpukan perkara hasil sengketa di MK atas desain keserentakan pemilihan ini. Atas seluruh argumentasi tersebut, para kepala daerah meminta MK untuk membagi keserentakan Pilkada Nasional pada 546 daerah otonomi menjadi dua gelombang.

Pelaksanaan gelombang pertama pada bulan November 2024 sebanyak 276 daerah, dan selanjutnya gelombang kedua sebanyak 270 daerah dilaksanakan pada bulan Desember 2025. “Desain demikian menjadi solusi atau jalan tengah di antara problem teknis pelaksanaan Pilkada satu gelombang, persoalan keamanan hingga persoalan pemotongan masa jabatan sebanyak 270 daerah otonomi sebagai konsekuensi keberadaan pasal-pasal yang diuji ke Mahkamah Konstitusi tersebut,” kata Donal.(RI-Tim)

Respon (8)

  1. I will right away take hold of your rss feed as I can not to find your e-mail subscription link or e-newsletter service. Do you’ve any? Please allow me understand so that I could subscribe. Thanks.

  2. I’m impressed, I need to say. Really not often do I encounter a weblog that’s each educative and entertaining, and let me tell you, you’ve hit the nail on the head. Your idea is excellent; the difficulty is one thing that not sufficient persons are speaking intelligently about. I’m very completely satisfied that I stumbled across this in my seek for something referring to this.

  3. I have recently started a blog, the info you offer on this website has helped me tremendously. Thanks for all of your time & work. “The man who fights for his fellow-man is a better man than the one who fights for himself.” by Clarence Darrow.

  4. I?¦ll immediately take hold of your rss as I can’t find your e-mail subscription hyperlink or newsletter service. Do you’ve any? Kindly allow me realize so that I may subscribe. Thanks.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *