Janji manis Aliong Mus berikan kabupaten/kota Rp. 100 Miliar per tahun adalah bukti bahwa Bakal Calon Gubernur Malut ini tak paham politik Anggaran (APBD). Ekonom Universitas Khairun imbau Calon Pemimpin tidak mengumbar pernyataan sesat. Aliong rupanya diminta pahami Indeks Wiliamson tentang ketimpangan antar Kawasan di Maluku Utara yang makin melebar.
JScom, TERNATE – Konferensi Pers Bakal Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aliong Mus dan Syahril Taher sesaat setelah mendaftar Di KPUD Maluku Utara, Rabu (28/8) mendapat kritik keras Ekonom Unkhair. Aliong dinilai tak paham politik anggaran.
Bakal Pasangan Calon yang diusung Partai Golkar, Perindo, Gerindra, PBB, Garuda dan Partai Prima ini dinilai umbar janji. “Maluku Utara cuman Kota Ternate yang sudah maju. Untuk itu, jika anggaran provinsi kami cukup, maka setiap tahun kami akan memberikan 100 miliar untuk sepuluh kabupaten/kota,” janji Aliong di konferensi pers itu, jika terpilih sebagai Gubernur.
Ekonom Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Dr.Mukhtar Adam, kepada media menyorot kritis janji politik Aliong Mus, bakal calon Gubernur Maluku Utara di atas. Janji Aliong yang bakal membijaki Rp.100 milyar per tahun anggaran ke setiap Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku Utara sebagai bentuk kedangkalan bakal calon Gubernur malut itu dalam memahami politik anggaran.
“Setiap calon pemimpin daerah harus paham apa itu APBD, agar tidak terjebak dalam mengeluarkan pernyataan yang tersesat,” semprot Muhtar.
Mukhtar meminta setiap calon Kepala Daerah agar tidak memulai kebohongan yang justru menggambarkan ketidakpahaman tentang politik anggaran.
“Setiap calon kepala daerah Jangan memulai kebohongan, dengan cara yang tidak elegan, apalagi pola komunikasi yang memberi kesan sang calon tidak paham masalah, tidak ada di dunia ini pola alokasi fiskalnya bagi-bagi seperti membagi permen yang seolah-olah sama, lalu dianggap pemerataan,” papar dia.
Menurutnya, kebijakan anggaran harus didasarkan pada data base yang terukur sehingga akselerasi kebijakan anggaran tepat sasaran dan tepat guna, bukan pukul rata tanpa berdasarkan kebutuhan real di setiap daerah.
“Kalau mau lihat ketimpangan, lihat data indeks Williamson yang menggambarkan ketimpangan di Maluku Utara sudah makin melebar diatas 1,45, artinya semakin timpang, contoh sederhana Halteng dengan penduduk 60 ribu jiwa kapasitas fiskal tinggi, Taliabu penduduk 60 ribu jiwa kapasitas fiskal rendah, apa perlu sama pola bagi uangnya?
“Contoh : penduduk miskin Halsel 1.500 jiwa, penduduk miskin Ternate 500 jiwa, dibagi sama bansosnya ? Tentu tidak, yang dilihat itu datanya, ketimpangannya, ketersediaan infrastruktur dll
Semua calon lebih hati-hati membuat pernyataan yang menunjukan bahwa sang calon tidak paham masalah daerah tapi mau pimpin daerah, bagimana bisa orang yang tidak paham daerahnya mau pimpin daerahnya”tukas dia.
Menurut ekonom dari Unkhair Ternate ini, APBD adalah alat instrumen kebijakan, bukan alat bagi-bagi uang. “Sebagai instrumen kebijakan, APBD memiliki tiga konsep dasar, yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi,” kata Muhtar.
Menurut Dosen Unkhair ini, program dan kegiatan harus didasari pada dinamika pembangunan yang dirumuskan dalam kebijakan umum APBD. Selanjutnya, Isi kebijakan umum APBD, seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, indek pembangunan manusia, pengangguran, inflasi, dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembangunan dengan alat indikator yg dirumuskan sesuai dinamika ekonomi. “Lima alasan diatas menggambarkan kondisi rumusan APBD, belum lagi melihat fenomena daerah,” tandasnya.
Muhtar juga menyebut kondisi Gagal-Urus anggaran Malut (APBD) oleh pemerintahan sebelumnya telah melahirkan utang yang cukup tinggi menjadi beban bagi pemerintahan baru hasil pilkada 2024, yang di prediksi mencapai 1,5 Triliun. “Kondisi ini tentu menjadi wajah buruk bagi tata Kelola keuangan,” imbuh Muhtar. (Red)