Bawaslu Kepulauan Sula menyatakan Laporan Pelanggaran terkait Bukti Video Rekaman tidak memenuhi Unsur Pidana Pilkada. Dalam laporan yang sama, Bawaslu rekomendasikan Pelanggaran Undang Undang lain kepada Komisi Aparatur Sipil Negara karena diduga ada Oknum ASN terlibat. Bisakah pelanggaran Undang-Undang terjadi tanpa locus delicti – tempus delicti yang diyakini?
JScom, KEPULAUAN SULA – Surat Bawaslu Kepulauan Sula No. 0201/PP.00.02/K.MU.05/08/2024 tentang Pemberitahuan Status Laporan Dugaan Pelanggaran, tanggal 14 Agustus 2024, memastikan tidak ada unsur pelanggaran pidana, sebagaimana dimaksud Pasal 180 Ayat (1) Undang Undang No. 10 Tahun 2016.
Surat Bawaslu ini setidaknya memberitahukan Laporan Dugaan Pelanggaran Pidana Pilkada yang dilaporkan oleh Yusri Bermawi tidak memenuhi unsur pelanggaran pidana. Sementara Bawaslu, dalam laporan pelanggaran yang sama merekomendasikan adanya pelanggaran Undang Undang lainnya kepada Komisi Aparatur Sipil Negara.
Dalam suratnya, Bawaslu mendasarkan tidak terpenuhi unsur pidana karena para pihak yang diperiksa tidak mengatahui Lokasi dan waktu kejadian rapat bersama antara Plt Kabag Pemerintahan dan Plt Inspektur Kepulauan Sula bersama para Kepala Desa yang terekam melalui rekaman berdurasi 40 menit dan 20 detik tersebut.
Selain alasan atau dasar locus delicti – tempus delicti, dalam poin b Surat Bawaslu, menyatakan “Frasa Menghalangi Seseorang Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati sebagaimana diatur dalam PKPU No. 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota Rekapitulasi Verifikasi Faktual Kedua dan Rekapitulasi Akhir Hasil Verifikasi Peryaratan Hasil Dukungan Minimal di Kabupaten/kota akan Dilaksanakan pada 12 sampai 18 Agustus 2024 sehingga Perbuatan Terlapor Tidak memebuhu Unsur Pasal 180 Ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016”.
Pertanyaannya sekarang, apakah disaat pemeriksaan para pihak, terutama Terlapor (termasuk Kabag pemerintahan dan Inspektur Kepulauan Sula), ada pengakuan terhadap rekaman viral sebagai satu-satunya bukti yang di ajukan pelapor?. Dan kedua, apakah terlapor membantah suara dalam rekaman tersebut?
Pertanyaan lain yang terkait, adalah mengapa Bawaslu merekomendasikan adanya Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Lainnya kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan apakah pelanggaran Undang Undang lainnya yang terjadi bisa mengabaikan locus delicti – tempus delicti? Bawaslu bisa diduga menutup-nutupi fakta pemeriksaan.
Ketua Bawaslu Kepulauan Sula Ajuan Umasugi, dan Devisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kepulauan Sula Zulfitra Hasyim yang dikonfirmasi, masing-masing melalui nomor telepon (whatsapp), sejak kemarin, Senin (19/8) belum merespon www.jurnalswara.com.
Keterbukaan informasi publik, setidaknya juga menghendaki transparansi berupa pelanggaran Undang-Undang apa yang dilakukan oleh para pihak sehingga Bawaslu merekomendasikan pelanggaran itu ke KASN.(red)