BERITANASIONALPOLITIK

Serunya “Drama Korea” DOB , Jokowi Kukuh Menolak, DPR RI Setujui Melalui Usulan Inisiatif

×

Serunya “Drama Korea” DOB , Jokowi Kukuh Menolak, DPR RI Setujui Melalui Usulan Inisiatif

Sebarkan artikel ini

Adu-kuat Pemerintah vs DPR RI soal pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) jadi wacana asyik. Presiden Joko Widodo menolak mentah-mentah pembentukan DOB. DPR RI pun tak kalah heroik, gelaran paripurna usulan inisiasi RUU 26 DOB pun selesai. Bagaimanakah nasib Moratorium DOB? Semoga beda sikap ini bukanlah Drama Korea Politik jelang Pilkada 2024 nanti.  

JScom, JAKARTA – Tak kurang dari 300 usulan Daerah Otonomi Baru di Indonesia dotolak oleh Pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Tidak ada DOB, tidak ada DOB sementara ini di seluruh tanah air,” kata Jokowi kepada wartawan usai meresmikan pembangunan Gedung Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada Kamis (27/6).

Menurut Jokowi, yang mengajukan sudah lebih dari 300 kabupaten, kota maupun provinsi. Juga usulan datang dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Mereka mengusulkan pemekaran wilayah baru untuk Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Mimika Timur. MRP juga meminta pemekaran satu kotamadya di Timika. Pemekaran sejumlah wilayah ini dianggap dapat meningkatkan pembangunan dan ekonomi di Papua.

Bacaan Sahabat JS  Investor Cuek Presiden Jokowi Kampenye Pemilu, Tapi Panik Sri Mulyani Cs Mundur dari Kabinet

Ketua MRP Provinsi Papua Tengah Agustinus Anggaibak mengatakan keinginan tersebut telah disampaikan kepada Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (12/6). “Ini kebutuhan masyarakat, jadi kami sampaikan kepada presiden,” kata Agustinus sesuai pertemuan.

Sementara di hari yang sama, Kamis (27/6), DPR RI melalui Rapat Paripurna DPR RI ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui 26 Rancangan Undang-Undang (RUU) usul Komisi II DPR RI tentang Kabupaten/Kota menjadi RUU usul inisiatif DPR RI. Persetujuan tersebut, disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin Rapat Paripurna tersebut.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan bahwa 26 RUU tersebut merupakan klaster kedua setelah sebelumnya Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (4/6) telah menyetujui 27 RUU tentang Kabupaten/Kota sebagai klaster pertama, menjadi undang-undang.

“Dengan tadi kita sudah menyetujui dan mengambil keputusan tingkat satu, maka agenda selanjutnya adalah penandatanganan,” kata Doli saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Adapun 26 RUU tersebut disetujui untuk dibawa ke pembahasan tingkat II setelah masing-masing fraksi, DPD RI, hingga perwakilan dari pemerintah, menyampaikan pandangan akhirnya.

Sebanyak 26 RUU tentang Kabupaten/Kota pada klaster kedua itu, meliputi kabupaten dan kota yang berada di daerah Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Lampung, Provinsi Jambi, Provinsi Riau, dan Provinsi Sumatera Barat.

Diantaranya, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin, Kota Jambi, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Agam.

Kemudian Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Bukittingi, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Kota Payakumbuh, Kota Sawahlunto, dan Kota Solok.

Sementara itu, Ketua Panitia Kerja (Panja) 26 RUU Kabupaten/Kota, Syamsurizal mengatakan bahwa pembentukan regulasi tersebut mendesak karena sebagian besar dasar hukum pendirian kota dan kabupaten itu saat ini masih didasarkan Undang-undang Republik Indonesia Serikat 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang sudah tidak relevan.

“Dengan demikian pembentukan kabupaten kota sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan regulasi pembentukan daerah akan lebih konsisten dan konstitusional,” kata dia.

Dalam perancangan puluhan undang-undang tersebut, dia memastikan hal yang dibahas adalah hal yang sangat terbatas hanya terkait dengan pembentukan kabupaten dan kota tersebut, demi menghindari konflik hukum dan administrasi akibat dasar hukum yang tak relevan. “Tidak membahas masalah kewenangan lainnya yang bakal berpotensi bertentangan dengan sejumlah perundangan yang ada,” kata Syamsurizal. (BT-JS)

Bacaan Sahabat JS  OPD “Lom Poa Do Hoi” Biayai Jemput Calon Petahana, Keuangan FAM Menipis, Benarkah?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *