JScom, JAKARTA – Sejumlah lembaga kemasyarakatan dan pemuda meminta Partai Politik dan Bawaslu untuk mencoret/mendiskualifikasi Caleg Terpilih yang terlibat money politic alias politik transaksional. Hal ini terkait Aliansi Pemuda Pengawal Pemilu Depok (AP3D) dan Komunitas Kawal Pemilu 2024 (KKP-24) menemukan sejumlah caleg terpilih yang diduga kuat terlibat money politik, diantaranya caleg dari Partai Golkar.
Transaksional Politik di Pemilihan Umum 2024 diduga makin marak. Ibarat virus, tabiat politik berbayar ini diinisiasi oleh hampir pelaku politik di setiap tingkatan, pusat dan daerah. Pemilih (masyarakat) pun memiliki kecenderungan memilih atas nama transaksi, Ada Uang Ada Barang.
Amatan JURNALSWARA, pra dan pasca pencoblosan Pemilu 2024, informasi dugaan transaksional politik cukup santer. Tak Cuma di tingkat pusat (Caleg DPR, DPD dan Capres/cawapres), dugaan transaksional politik juga menghantam para politisi daerah. Jumlah laporan pelanggaran money-politic yang tak sedikit, tentu selain penjadi tugas Bawaslu dan instansi berwenang, pun menjadi kewajiban bagi partai politik utnuk membersihkan caleg-calegnya yang terindikasi Politik Transaksi.
Di Kota Depok misalnya, dugaan praktek money politic dilakukan oleh salah satu Caleg DPR-RI dari Partai Golkar Dapil Depok-Bekasi bernama Ranny Fadh Arafiq. Hal ini diungkap Aliansi Pemuda Pengawal Pemilu Depok (AP3D) mengatakan terdapat bukti yang menunjukkan beberapa oknum Caleg dari Partai Golkar, termasuk Rani Fahd Arafiq, Caleg DPR RI nomor urut 01 untuk Dapil Jabar 6, diduga terlibat dalam praktik politik uang.
“Hal ini bertentangan dengan Pasal 280 ayat (1) UU 7/2017 huruf (j), yang secara tegas melarang peserta Pemilu untuk melakukan politik uang. Pasal 284 juga mengatur bahwa Caleg yang melakukan politik uang harus dibatalkan sebagai Caleg terpilih atau didiskualifikasi,” kata Presidium AP3D, Riyandi kepada wartawan.
Ia mengatakan, berdasarkan temuan di lapangan oleh AP3D, terdapat bukti yang kuat mengenai praktik politik uang yang dilakukan oleh oknum Caleg dari Partai Golkar di Depok dan Bekasi.
Senada dengan AP3D, Komunitas Kawal Pemilu 2024 (KKP-22) Jakarta, juga mendesak pimpinan partai poltik untuk menunjukan keseriusan mencegah transaksional politik kepada para caleg-calegnya, terutama Caleg Terpilih. “Temuan AP3D diatas adalah satu dari sekian banyaknya dugaan kasus yang muncul, entah temuan bawaslu atau laporan dari masyarakat. Kami berharap, partai politik juga berperan mendorong penyelesaian kasus-kasus seperti ini,” kata Ketua KKP-24 Muzammil Yusuf kepada wartawan, Rabu (27/2).
Muzammil berharap, partai politik bertindak tegas kepada caleg-calegnya yang sedang berurusan dengan hukum, atau oknum caleg-nya yang sedang diperiksa Bawaslu terkait dugaan money politik dan atau kasus sejenisnya.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Airlangga Suko Widodo mengatakan wabah transaksional politik cukup kencang, untuk itu peran media dalam demokrasi harus dioptimalkan. Hal itu untuk menumbuhkan literasi atau kemelekan politik di masyarakat sehingga mencegah adanya transaksional.
Menurutnya, metode pengenalan secara konvesional melalui spanduk, baliho, dan masyarakat menjadi rujukan masyarakat saat ini. Tetapi, itu hanya sebagai pengenalan saja tidak membangun literasi di masyarakat mengenai politik.
“Dalam negara demokratis peran media begitu sangat penting untuk meningkatkan literasi di masyarakat. Untuk itu, banyaknya kampanye konvesional itu menandakan masyarakat yang kurang literasi politik sehingga marak praktik transaksi,” kata Suko Widodo dalam dialog Pro3 RRI, Jakarta, Minggu.
Namun demikian, Suko yakin saat ini masyarakat juga sudah mulai berani mengadu jika ada peserta pemilu melakukan pelanggaran. Alasannya, saat ini media sosial sudah berkembang pesat sehingga keluhan-keluhan dapat langsung dilaporkan.
“Peran Bawaslu dan masyarakat dalam mengambil pengawasan perlu ditegakkan. Apalagi era (teknologi) saat ini,” katanya.
Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin memberi tips menghindari politik transaksional. Partai politik harusnya berperan penting melalui mekanisme rekrtutmen calon legislatif. Partai politik sejak jauh-jauh hari mempersiapkan dan menunjuk caleg dan capres-cawapres yang akan diusungnya, hal ini demi menghindari terjadinya politik transaksional yang jelas akan merusak sendi-sendi demokrasi Indonesia.
“Partai jangan main-main saat produksi calon pemimpin dan calon legislatornya, karena akan menyebabkan politik transaksional. Inilah yang membuat tidak sehat sistem kepartaian kita,” tukas Irman. (BT-SE)