BERITANASIONALPOLITIKUncategorized

Film Dirty Vote Bongkar Politisasi Bansos Gentong Babi Jokowi

×

Film Dirty Vote Bongkar Politisasi Bansos Gentong Babi Jokowi

Sebarkan artikel ini

Bikin Geger, isuu bantuan sosial alias Bansos dipolitisasi ramai dalam beberapa waktu terakhir. Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti memberikan penjelasannya dalam film Dirty Vote. Film dokumenter yang mengungkap dugaan kecurangan Pemilu oleh Presiden Jokowi itu dirilis, Ahad, 11 Februari 2024.

Politik gentong babi atau pork barrel mendadak ramai diperbincangkan setelah disebut-sebut dalam film dokumenter Dirty Vote. Film berdurasi sekitar dua jam tersebut menyoroti pernyataan ahli hukum tata negara Bivitri Susanti yang mengatakan konsep gentong babi digunakan oleh pemerintah Indonesia, terutama dalam program bantuan sosial (bansos).

“Mengapa Bansos dijadikan alat berpolitik? Ada satu konsep dalam ilmu politik yang namanya politik gentong babi atau pork barrel politics,” kata Bivitri dalam film yang disutradarai Dandhy Laksono tersebut.

Bacaan Sahabat JS  Publik Desak Gelar GURU BESAR, Anwar Usman Dicopot, Rektorat Unissula Tunggu Putusan PTUN

Bivitri menjelaskan, politik gentong babi merupakan istilah yang muncul pada masa perbudakan di Amerika Serikat. Saat itu, para budak harus berebut mengambil daging babi yang diawetkan dalam gentong. Para budak lantas memperebutkan babi di gentong tersebut.

ASAL MULA ISTILAH GENTONG BABI
Secara harfiah, kata gentong babi berasal dari awal 1700-an. Istilah ini mengacu pada daging babi yang diasinkan dan diawetkan dalam gentong kayu yang masing-masing menampung lebih dari 30 galon sebelum didinginkan.

Bacaan Sahabat JS  CELIOS : Bukan Merendahkan, Tapi AHY Tidak Ideal sebagai Menteri ATR/BPN

Tom Wakeford dan Jasber Singh dalam bukunya yang berjudul “Towards Empowered Participation: Stories and Reflections” menuliskan bahwa pemilik budak di AS biasa memberikan daging-daging babi asin dalam gentong kepada para budaknya.

Para budak ini dibayar dengan babi dalam gentong. Demi mendapatkan bayaran itu, mereka saling berebutan mengambilnya, demikian dikutip The Sydney Morning Herald.

Pada 1863, penulis dan sejarawan Edward Everett Hale menerbitkan cerita “The Children of the Public” yang menggambarkan pengeluaran yang dihabiskan pemerintah untuk rakyat.

Sekitar 10 tahun setelahnya, frasa politik gentong babi pun muncul yang berarti kucuran dana publik oleh seorang politikus demi kepentingan sekelompok kecil golongan guna mendapatkan dukungan dalam bentuk suara atau sumbangan kampanye.

Bacaan Sahabat JS  Polda Metro Jaya Selidiki Massa Demo APDESI Jebol Pagar Gedung DPR-RI

Di era modern, gentong babi kemudian diartikan sebagai pengeluaran boros untuk proyek-proyek pekerjaan umum lokal yang nilainya meragukan atau mencurigakan. Proyek-proyek itu hanya bernilai bagi mereka yang ingin mendapatkan suara pemilih.

Salah satu contoh konsep gentong babi yakni alokasi dana Kongres AS senilai 223 juta atau Rp343 miliar untuk jembatan yang menghubungkan dua kota kecil di pedesaan Alaska pada 2005.

Proyek ini disebut sebagai pengeluaran yang boros yang bertahun-tahun kemudian akhirnya dibatalkan demi meningkatkan sistem feri lokal.(B-Tempo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *