Rencana Mogok Kerja Dokter di Kepulauan Sula memantik peduli berbagai kalangan. Pemerintah Daerah pimpinan Bupati Fifian Adeningsih Mus dinilai tak punya rasa dan tak peduli soal pelayanan kesehatan publik. Alasan menggantung gaji insentif yang rupa-rupa itu, memicu curiga kalau dana gaji insentif dokter diduga telah di’sikat’ orang dalam. Miris.
JScom, KEPULAUAN SULA – Advokat dan Pakar Hukum Kesehatan, Magister Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Dr. Hasrul Buamona, SH, MH mengaku miris atas nasib yang dialami para dokter di Kepulauan Sula. Pemerintah Daerah seolah berkhianat atas komitmennya membangun dana meningkatkan pelayanan kesehatan.
“Pemerintah daerah seharusnya peduli dengan pelayanan kesehatan, diantaranya memaksimalkan jumlah dan kinerja dokter. Apalagi geografis Kepulauan Sula yang jauh dari sentral pelayanan kesehatan yang cukup maju, semisal Ambon dan Ternate,” ujar Hasrul.
Terkait permasalahan yang ada, Hasrul berharap pemerintah aktif hadir dalam implementasi pelayanan kesehatan, terutama meningkatkan kinerja dan memberikan ketenangan kerja para dokter di Kepulauan Sula. Bukannya dibenturkan pada system dan janji pembayaran gaji insentif.
Selain itu, Hasrul juga meminta para dokter untuk menempuh jalur hukum. Melaporkan dan atau menggugat ke Pengadilan Negeri bagi dokter non-ASN, dan membawa ke Pangadilan Tata Usaha Negara bagi dokter ASN.
“Setelah berkali-kali di-PHP dan diajak bersolusi pun tidak mencapai hasil, dan kalau memang pemda tidak konsekuen antara kewajiban dan hak dokter, silakan membawa masalah ini ke rana hukum,” kata Hasrul.
Bagaimana jika para Dokter Mogok Kerja? Hasrul mengatakan boleh-boleh saja dan sah. Dokter memiliki kode etik yang mengikat, tapi jika penyelesaian secara normal tidak tercapai, lantas pemerintah daerah masih tetap uring-uringan, maka mogok kerja bisa dilakukan.
“Aksi Mogok Kerja itu sah secara hukum. Dan, hal ini menjadi catatan buruk bagi manajemen keuangan pemerintah daerah. Mogok itu berarti pasien dan masyarakat yang tidak terlayani oleh dokter. Ini tentu sangat berdampak, tapi mungkin harus seperti ini, biar masyarakat tahu bahwa pemerintah daerah tidak konsisten terhadap hak-hak para dokter,” papar Doktor Hasrul kepada www.jurnalswara.com melalui telepon seluler.
Soal kebijakan atau alasan pembenaran pemerintah daerah bahwa Gaji Insentif Dokter dibayarkan berdasar mekanisme e-Kinerja, Hasrul memberi support sebagai langkah maju. “Tapi kapan e-Kinerja itu berlaku? Sebab system seperti apapun tidak boleh menghilangkan hak atas kewajiban yang sudah ditunaikan sebelumnya,” tambah Hasrul.
Kabar yang diperoleh media ini, Bupati Kepulauan Sula Fifian Adeningsih Mus akan membayar Gaji Insentif Dokter setelah penghitungan berbasis e-Kinerja. Selain itu, Gaji Insentif Dokter yang 5 bulan itu akan disunat hingga 40 persen.
Sementara informasi lain, pihak Badan Pengelola Keuangan Daerah Kepulauan Sula konon telah membayar atau mencairkan Gaji Insentif Dokter setiap bulannya. Ada dugaan, dana Gaji Insentif dimaksud raib entah ujungnya.
Soal ini, www.jurnalswara.com belum mengkonfirmasi kebenaran dan fakta pencairan Gaji Insentif ke pejabat keuangan pemda, juga kepada Kadis Kesehatan Suryati Abdullah. (JS-Ris)