Kepemimpinan seseorang yang kebijakannya di”campur” oleh keluarga pasti memunculkan masalah korupsi, kolusi dan nepotisme. Maluku Utara adalah setidaknya menjadi contoh buruk di hampir episode pemerintahan. Sultan Tidore, cabgub Pilkada Malut, sejak dini menegaskan profesionalitas memimpin, menghindari KKN. Paslon Nomor Urut 1 kini menuai dukungan besar. Masyarakat berharap, Sultan Tidore mengembalikan Marwah Pemimpin Maluku Utara.
JScom, JAKARTA – Sikap anti KKN Sultan Tidore Husain Alting Syah bukan baru sekarang di musim kampanye. Sejak niatnya mencalonkan diri, Husain lantang kampanyekan Kolaborasi dan Non-Egosektoral Maluku Utara. Upaya ini, tentu akan sukses jika pemimpinnya komitmen dan patuh kepada ketentuan perundang-undangan, pemimpin berkharisma membangun untuk semua orang.
Sikap dan kebijakan yang kini disampaikan di setiap momen kampanye itu, dimaksudkan sebagai penegasan jika dirinya diberikan amanah untuk memimpin Maluku Utara sebagai Gubernur, Sultan tidak akan melibatkan keluarga dalan urusan pemerintahan. “Apalagi menyangkut urusan proyek, tidak ada campur tangan dari keluarga. Saya siap dikritik apabila tidak menjalankan amanah konstitusi dalam kepemimpinan saya,” ujar Sultan kepada media, beberapa waktu lalu.

Tokoh dan Pengusaha Muda Maluku Utara, Habib Ahmad Assagaf, ST mengaku sikap Sultan Tidore tersebut memberi harapan baru, betapa kepemimpinan Maluku Utara 20 tahun terakhir harus diakhiri. Yaitu pemimpin yang selalu meninggalkan jejak yang kurang bagus, selalu berakhir dengan masalah hukum, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang kental.
“Maluku Utara memang butuh pemimpin yang wajib membenahi kepemimpinan, dan pemimpin mengatur birokrasi secara efektif dan profesional. Sebab, sesungguhnya kesalahan memimpin bukan berdampak pada diri pemimpin itu, tapi lebih berdampak pada nasib daerah dan masyarakatnya. Program pembangunan dan pemerintahan amburadul jika tidak dimulai dengan sikap kepemimpinan yang baik,” papar Habib Ahmad Assagaf.
Harusnya, tambah Habib, pemimpin Maluku Utara adalah sosok yang paham dengan budaya dan adat daerah yang dipimpinnya. Budaya dan Adat Se-Atorang yang telah berlangsung di Moloku Kieraha hendaknya menjadi Kompas bagi pemimpin. Kemasyhuran Maluku Utara, selain kaya rempah, juga karena Adat Se-Atorang-nya. Maluku Utara telah menjadi daerah terbuka sejak eksisnya 4 kesultanan.
“Nah, potensi muatan lokal berupa Budaya dan Adat ini harus terimplementasi secara utuh dalam sikap pemimpin di Maluku Utara. Di Pilkada kali ini, kita tidak perlu ragu dengan sosok Sultan Tidore, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat yang memiliki rekam jejak yang layak untuk pimpin Maluku Utara,” ujar Habib Ahmad.
Soal presentasi dukungan publik yang tinggi, dan tumbuhnya Relawan HAS di segenap Kabupaten/Kota di Maluku Utara, menurut Habib, adalah sesuatu yang menggembirakan. “Semoga semangat publik ini menjadi titik balik kepemimpinan di Maluku Utara, awal bangkitnya Moloku Kie Raha untuk NKRI yang lebih maju,” tutup Habib Ahmad. (red)