Program Penetapan Tapal Batas Desa yang diilaksanakan Pemerintah Daerah sejak 2022, 2023 dan 2024 hanya pepesan kosong. Program yang cukup banyak menyita ruang web berita dan sejumlah konten statemen Kabag Pemerintahan, tak lebih dari pencitraan semata. Buktinya, dua desa di Kawasan Kota Sanana sengit klaim batas desa. Benarkah Program Tapal Batas Desa ini, atau sekadar Omon Omon.
JScom, KEPULAUAN SULA – Desa Mangon dan Desa Man-Gega terlibat seteru batas desa. Ternyata, tapal batas memang belum jelas. Dua desa ini bertetangga, Desa Man-Gega di Kecamatan Sanana Utara dan Desa Mangon di Kecamatan Sanana saling klaim batas wilayah desanya.
Informasi yang diterima www.jurnalswara.com, kemarin, Jumat (18/4) sempat terjadi adu mulut antara dua kepala desa tersebut. Masing-masing bakancing dengan batas desa sesuai versi desanya.
Kepala Desa Man Gega, Hamid Teapon menunjuk tapal batas wilayah berada di jalan setapak kantor Dinas Dukcapil Kepulauan Sula. Sementara Kepala Desa Mangon, Bakir Titdoy, tak mau kalah, mengklamin batas wilaya desa Mangon berada di pohon mangga bongkok, masuk ke sebagian wilayah Wai Faara.
Meski begitu, kedua Kepala Desa ini ketika diwawancara media, Jumat (18/4/25), berkeinginan yang sama, meminta Pemda Kepulauan Sula dan DPRD Komisi I untuk menyelesaikan status tapal batas di kedua desa tersebut.
“Kami meminta Anggota DPRD Komisi I, untuk dapat memfasilitasi kedua desa agar menyelesaikan persoalan status tapal batas antara Desa Man Gega dan Desa Mangon,” kata Hamid Teapon, Kades Man-Gega.
Hamid Teapon, juga menjelaskan batas wilayah Desa Man-Gega itu berpatokan pada kantor Disdukcapil. Karena selama ini, penduduk warga sekitar adalah warga Man Gega, yang diperkuat dengan sensus kependudukan yang ditetapkan pemerintah daerah. “Ini menjadi dasar bahwa letak batas Desa yang diklaim Desa Mangon itu sebetulnya masuk ke administrasi Desa Man-Gega,” tambah Hamid Teapon.
Terpisah, Kepala Desa Mangon, Bakir Titdoy, kepada media juga meminta Pemda dan Anggota Komisi I DPRD Kepulauan Sula secepatnya ambil langkah, karena persoalan tapal batas antara desa Mangon dan desa Man-Gega yang saat ini saling klaim, dan secepatnya dapat diputuskan.
Bakir berkeyakinan, Desa Mangon memiliki historis panjang terkait letak geografis yang saat ini diklaim oleh Desa Man-Gega. “Kalau mau jujur, Desa Man Gega itu anak desa dari Desa Mangon. Dulu sebelum desa Man-Gega dimekarkan, kampung baru itu dusun dari pada desa Man-Gega,” riwayat Bakir serius.
Kedua Kades ini, Bakir dan Hamid sepakat menyelesaikan tapal batas desa ke tingkat Pemerintah Daerah dan DPRD Kepulauan Sula. Mereka berharap Pemda dan Komisi I DPRD menyelesaikan konflik batas desa sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Lalu, sejak 2022 hingga 2024, di Era pemerintahan FAM-SAH, program Tapal Batas Desa yang digiatkan melalui Bagian Pemerintahan Setda Kepulauan Sula hasilnya bagaimana? Jejak media cukup siginifikan soal program tapal batas ini. Kabag Pemerintahan Suwandi A Gani, nyaris jadi “artis” di banyak pemberitaan media.
Diberitakan, Kunjungan kerja yang fokus Tapal Batas ke desa-desa cukup meriah dan bikin warna indah suksesnya pemda menanam patok batas 80 desa. Kenyataannya, batas dua desa yang setiap hari dilalui pejabat negeri ini pun tak berkesudahan masalahnya.
Semoga anggaran pemerintah untuk Program Tapal Batas Desa selama ini bukanlah aktifitas membuang garam ke laut. Pemda dalam hal ini Bupati dan wakil Bupati, DPRD dalam hal ini pimpinan dan Komisi I, kiranya terlebih dahulu meminta pertanggungjawaban satker Program Tapal Batas. Semoga pula bukan Program Omon-Omon.(JS-Ris)