BERITA

Elekta Pra-Gibran Terganggu,  Jokowi Siap Naik Panggung Kampanye | …Ini Kata Ketua KPU & Pengamat Politik

×

Elekta Pra-Gibran Terganggu,  Jokowi Siap Naik Panggung Kampanye | …Ini Kata Ketua KPU & Pengamat Politik

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, JURNALSWARA – Hasrat kampanye Joko Widodo di musim kampanye Pemilu 2024 tak terbendung. Sikap Jokowi ini dipicu kondisi elektabilitas Prabowo Gibran yang dinilai kurang bagus di pekan-pekan terakhir hari pencoblosan pemilu 2024.

Hal ini membuat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari angkat bicara. Kata Hasyim, Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi berhak ikut kampanye pemilu, namun Jokowi harus minta izin cuti ke presiden yang tak lain adalah Jokowi sendiri.

Hasyim mengatakan, Jokowi berhak ikut kampanye sesuai norma yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain harus mengajukan cuti terlebih dulu, presiden juga dilarang memanfaatkan fasilitas negara.

Pasal 299 UU Pemilu mengatur bahwa presiden juga memiliki hak berkampanye. Pasal 281 ayat (1) menyatakan, saat berkampanye, presiden dilarang menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara dan harus cuti di luar tanggungan negara.

Hasyim menyebut surat permintaan cuti presiden sebelum kampanye mesti dilayangkan ke presiden. Karena presiden hanya satu, Jokowi akan meminta izin cuti kepada Jokowi.

Bacaan Sahabat JS  ANIES : Masuk Putaran Kedua, Insya Allah AMIN Pemenang Pilpres 2024

”Kalau Presiden (Jokowi) mau berkampanye, juga harus mengajukan cuti ke presiden. Kan, presidennya cuma satu,” kata Hasyim dikutip Kompas.id, Kamis (25/1/2024).

Hasyim menambahkan, aturan izin cuti kampanye juga berlaku untuk menteri dan telah dipraktikkan sejumlah menteri. Surat izin cuti menteri yang disampaikan kepada Presiden Jokowi diberikan tembusannya ke KPU. 

Pelaksanaan kampanye di lapangan pun disebutnya senantiasa diawasi oleh Bawaslu, termasuk mengenai penggunaan fasilitas negara oleh pejabat aktif yang ikut kampanye.

Sebelumnya, Jokowi menuai sorotan usai menyatakan bahwa presiden boleh kampanye dan berpihak dalam pemilu. Hal tersebut disampaikan Jokowi ketika dibersamai capres nomor urut 2, Prabowo Subianto di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1).

“Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” kata Jokowi.

“Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh. Itu saja, yang mengatur hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Itu aja,” lanjutnya.

Bacaan Sahabat JS  Sultan Tidore Berbelasungkawa, Ajak Warga Doakan Keselamatan Benny Laos dan Rombongan

Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Karim Suryadi menilai bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo tentang presiden dan menteri boleh berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara adalah cerminan kondisi dilematis posisinya sebagai pejabat politik sekaligus pejabat publik.

“Tapi menurut saya, melebihi presiden mana pun menghadapi pemilu, hari ini Presiden Joko Widodo bukan hanya menghadapi dilema sekadar posisi pejabat politik, tapi di sisi lain dia ada dilema karena dia adalah ayah dari seorang kandidat,” kata Karim di sela diskusi di Unisba, Kota Bandung, Kamis (25/1/2024).

Karim mengatakan, walaupun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan presiden boleh berkampanye, kapasitas Presiden Jokowi saat ini bukanlah peserta atau petahana.

Pernyataan yang disampaikan oleh Jokowi adalah cenderung sebagai juru kampanye salah satu calon.

“Kita tahu, presiden dan menteri dibolehkan undang-undang untuk berkampanye. Ada aturannya. Tetapi menurut saya, itu peraturan bukan perintah untuk kampanye atau larangan kampanye,” katanya.

Bacaan Sahabat JS  Ketua KPU RI Langgar Kode Etik Soal Pendaftaran Prabowo-Gibran, Ini Vonis DKPP

Ia mengatakan, kini Jokowi menentukan apakah memanfaatkan haknya dengan catatan menaati aturan yang ada tersebut atau tidak.

Namun, kata Karim, Jokowi harus mengetahui konsekuensi jika melaksanakan kampanye.

“Menurut saya, kalau Jokowi melakukan itu, dia akan dicatat sebagai presiden pertama yang bukan hanya sebagai kepala negara, tetapi sekaligus menjadi juru kampanye seorang kandidat,” katanya.

Karim mengatakan apa yang dilakukan oleh Jokowi jika berkampanye saat ini akan berbeda nilainya dengan apa yang dilakukan SBY saat Pemilu 2009. Juga berbeda dengan apa yang dilakukan Jokowi sendiri pada pemilu 2019. Saat itu keduanya adalah calon presiden.

“Ini pilihan bagaimana dia ingin mencatatkan dirinya. Soal legacy. Jangan lupa, apa yang dia kerjakan akan berdampak bukan hanya bagi dirinya, lembaganya, tapi juga berdampak dengan pernyataannya tentang netralitas TNI, Polri dan ASN,” katanya. (SE – JS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *