Momen “bakudapa” Gubernur Sherly Tjoanda Laos – Sultan Tidore Husain Alting Sah, akhir November lalu, jadi penguat sinyal kolaboratif berpemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik di Maluku Utara. Tak sekadar formalitas pertemuan di acara Syukuran Gelar Pahlawan Nasional Sultan Zainal Abidin Syah, tapi lebih dari itu, kelembagaan kesultanan adalah bagian penting pembangunan Maluku Utara secara utuh.
JScom, JAKARTA – Di Kota Tideore, Kamis, 27 November 2025, Gubernur Malut Sherly Tjoanda Laos mendamping Menteri Kebudayaan RI hadir di acara Syukuran Gelar Pahlawan Nasional Sultan Zainal Abidin Sah. Dua pejabat ini disambut khidmat oleh tuan rumah Sultan Tidore Husain Alting Syah.
Diketahui, Gubernur Sherly Laos dalam sambutannya mengatakan bahwa selain menghadiri syukuran, ia juga datang untuk bersilaturahmi dengan Sultan Tidore Husain Alting Sjah sebagai senior dalam pemerintahan dan adat.

Menurut salah seorang tokoh masyarakat Maluku Utara, Habib Ahmad Assagaf, ST, selebrasi Sherly bertemu Sultan Tidore, dan mengakui Husain Alting Sah sebagai senior dalam pemerintahan, adalah sesuatu yanag positif, dan bikin sejuk politik pasca pilkada.
“Sherly – Husain Alting Syah adalah kontestan dan rival politik di pilkada 2024. Lalu, kemudian mencairnya kebekuan komunikasi tepat momen anugerah pahlawan nasional di Tidore itu, memberi kesan ada kemauan bersama untuk membangun Maluku Utara,” demikian amatan Habib Ahmad.
Sherly yang baru sembilan bulan memimpin, memohon bimbingan dan arahan Sultan Tidore. Sherly bahkan meminta maaf bila ada kekuarangan dalam pemerintahannya, sekaligus butuh ide dan gagasan-gagasan besar Ou (Sultan Tidore untuk membangun Maluku Utara.
Sherly juga mempertegas penolakannya terhadap praktik politik balas dendam. Dinamika Pilkada dianggap wajar, tetapi setelah kontestasi selesai, semua pihak harus kembali bersatu. Bahkan, eksistensi 4 (empat) Kesultanan yang menjadi symbol kekuatan masyarakat adat Moloku Kiaraha, kata Sherly, adalah bagian dari pilar utama pembangunan Maluku Utara.
Pernyataan Gubernur Sherly mendapat dukungan penuh Habib Ahmad Assagaf, dimana Budaya adat Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku) berakar kuat pada empat kesultanan, yaitu Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Budaya ini merupakan perpaduan antara nilai-nilai adat-istiadat lokal yang khas dengan ajaran Islam, serta diperkaya oleh sejarah panjang sebagai pusat perdagangan rempah-rempah dunia.
“Salah satu karakteristik budaya kita adalah Falsafah Persatuan-nya. Nilai utama yang dijunjung adalah “Marimoi Ngone Futuru”, yang berarti “Bersatu Kita Teguh”. Konsep ini mempromosikan persaudaraan dan harmoni di antara masyarakat yang beragam suku dan agama di Maluku Utara,” jelas pengusaha dan Ketua Forki Maluku Utara ini.
Nah, adat dan syariat terintegrasi, lanjut Habib Ahmad, adalah sistem budaya ini mengintegrasikan hukum adat dengan hukum agama. Penerapan nilai-nilai ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam ritual dan struktur pemerintahan kesultanan.
“Selain itu, Terdapat berbagai frasa kearifan lokal seperti adat se atorang, istiadat se kebasarang, dan galib se lukudi yang berfungsi sebagai pedoman hidup dan benteng budaya masyarakat dari pengaruh negatif luar,” Tambah Habib.
Dengan begitu, tambahnya lagi, peranKesultanan tetap memegang peran penting sebagai penjaga dan pelestari adat. Tokoh adat di kesultanan Ternate, misalnya, berperan dalam memberikan contoh penerapan nilai-nilai lokal kepada masyarakat.
“Sikap kolaboratif yang ditunjukan Gubernur Sherly ini sedapatnya harus didorong, didukung, untuk menciptakan kebersamaan dalam visi pembangunan Maluku Utara ke depan secara utuh,” kunci Habib Ahmad yang juga adik kandung politisi nasional Almarhum M Iqbal Assagaf yang kala itu sebagai perintis pemekaran Propinsi Moloku Kiaraha.(tyu-JS)


















