Sekira sembilan bulan berturutan Desa Kawasi jauh dari keterpenuhan kebutuhan listrik dan air bersih. Kondisi ini bikin geram sekelompok warga desa terhadap perusahaan tambang Harita Group. Pasalnya, sengkarut relokasi kampung yang padat masalah, justeru diikuti kebijakan tak bagus dari perusahaan yang diduga sengaja menyetop aliran listik ke desa, juga kebutuhan air bersih yang makin bikin sengsara warga di sana. Benarkah ini “kalakuang” oligarki yang sengaja mengusir Tuan Tanah dari negerinya sendiri?
JScom, JAKARTA – Warga Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, kembali datangi kantor PT Harita Nickel di kawasan Eco-village, Jumat, 14 November 2025. Mereka bersatu, memprotes krisis air bersih dan pemadaman listrik yang berlangsung sejak Maret 2025. Nampak, LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara hadir dalam aksi damai tersebut.
Pantauan dan informasi yang diperoleh jurnalswara.com di lapangan, pemadaman listrik di desa yang dikepung perusahaan tambang ini tanpa penjelasan yang pasti. Kondisi itu membuat kebutuhan listrik dan aktivitas rumah tangga terganggu, usaha kecil nyaris gulung tikar. Ibarat monyet yang kelaparan di tengah kebun pisang.
“Ibu-ibu tidak bisa masak, tidak bisa cuci. Usaha kecil terpaksa tutup lebih cepat,” ungkaap seorang ibu di tengah aksi di kantor Harita kemarin, Jumat.
Warga menilai pelayanan listrik dan air bersih sebagai kebutuhan dasar main buruk menjelang rencana relokasi kampung oleh PT Harita yang akan dimulai pada Desember 2025 mendatang. Kepastian relokasi ini ditandai dengan rumah warga kampung di dise ini yang sudah mulai dirata-tanahkan.
“Dulu, sebelum ada rencana relokasi, listrik menyala normal. Sekarang, separuh rumah warga sudah digusur dan dipindahkan, tapi listrik dan air justru macet terus,” kata Nurhayati Nanlesi, warga Kawasi kepada wartawan. “Logikanya, ketika beban listrik berkurang, daya makin ringan. Alasan mesin tidak mampu itu tidak masuk akal,” ujarnya.
Walhi Maluku Utara menilai fakta ironi perusahaan yang bergelimpangan daya listrik dan waga desa Kawasi yang merana tak menikmati listrik adalah ketimpangan. Betapa akses sumberdaya dasar yang diperoleh masyarakat di kawasan inustri strategis menjadi sulit dan terabaikan.
Perwakilan Walhi Maluku Utara Nursin R. Gusao, kapasitas pembangkit listrik Harita jauh lebih dari cukup. “Hitung-hitungan kapasitas PLTU mereka bisa menerangi Jakarta. Tapi memenuhi kebutuhan 200-an kepala keluarga di Kawasi saja tidak mampu. Ini menunjukkan ada persoalan serius,” ujarnya.
Desa Kawasi dan warganya adalah pihak terdampak langsung industri nikel. Walhi mengungkap warga harusnya berhak atas kehidupan layak. “Mereka ring satu pertambangan. Akses air bersih dan listrik bukan fasilitas tambahan—itu hak dasar,” kata Nursin.
Dalam aksi tersebut, warga meratapi betapa kebijakan perusahaan yang diduga kuat sengaja “menyiksa” masayarakat yang tak sepaham dengan perusahaan sejak 1 Maret 2025. Untuk rencana pindah kampung ini, warga seolah dipecah dalam dua kubu, semacam aksi adu-domba. Sejumlah masyarakat pendukung bersama aparat dan kepala desa di satu pihak, sementara warga lainnya yang masih menuntut haknya di kubu seberang.
Meski begitu, masyarakat yang mempertanyakan pelayanan dasar kepada perusahaan ini tetap optimis memperjuangan hak. Menurut massa aksi, jika tuntutan mereka tak dipenuhi, maka akan ada aksi yang lebih besar, an melibatkan pihak-pihak berkompeten. Bahkan ada rencana pemalangan jalan utama ke perusahaan dan upaya penutupan aktifitas perusahaan di Halmahera Selatan tersebut.
Warga juga menilai Harita secara sengaja berperan oligarkis, menyusahkan masyarakat, hanya fokus kepada pengembangan imperiumnya.
Hingga berita ini tayang, awak media jurnalswara.com masih berupaya konfirmasi pihak Harita Nikel di Halmahera Selatan dan pihak Pemerintah Daerah setempat. (Rev-JS)


















