Kepulauan SulaBERITAHUKUMMaluku Utara

KNPI SULA GELISAH: DPRD dan BK Diam Saat Dua Anggotanya Jadi Tersangka Pidana

×

KNPI SULA GELISAH: DPRD dan BK Diam Saat Dua Anggotanya Jadi Tersangka Pidana

Sebarkan artikel ini

Dua oknum DPRD Kepulauan Sula tersangkut kasus hukum. Status Tersangka yang ditetapkan APH kepada keduanya bikin lembaga terhormat ini tercoreng kehormatan. Kondisi makin tak sedap, disaat DPRD melalui Badan Kehormatan nampak bingung, Seng Tau mau bikin apa. Kira kira beginilah Gelisah KNPI Kepulauan Sula memaknai etika kehormatan itu mulai tergerus.

JScom, KEPULAUAN SULA– KNPI Kepulauan Sula mengecam keras atas sikap diam-nya DPRD dan Badan Kehormatan-nya terhadap status tersangka dua anggotanya. Masing-masing Dugaan Asusila yang tengah diproses polisi, dan dugaan korupsi yang ditangani Jaksa saat ini.

Diketahui, Mardin La Ode Toke (MLT) Anggota DPRD dari Partai Hanura yang dilaporkan ke polisi terkait dugaan kasus pencabulan, serta Lasidi Leko (LL) yang pekan kemarin ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Belanja Tidak Terduga (BTT) tahun 2021 oleh Kejaksaan Negeri Sanana.

Bacaan Sahabat JS  INDIKATOR : Sherly Tjoanda Laos Masuk Bursa Capres RI, KDM Terkuat Kedua Setelah Prabowo

Amatan www.jurnalswara.com, pihak DPRD dan Badan Kehormatan belum mengeluarkan sikapnya soal pelanggaran etika anggota tersebut. Kedua oknum DPRD ini pun hingga kini masih duduk nyaman di kursinya. Benarkah tak ada langkah etik yang diambil lembaga yang seharusnya menjaga martabat DPRD?

IWAN WAMBES

Ketua OKK KNPI Kepulauan Sula, Iwan Wambes, mengecam keras sikap elit DPRD yang dinilai lamban dan terkesan melindungi anggotanya sendiri. “Ini menyangkut kehormatan lembaga. Dua anggota dewan tersangkut kasus asusila dan korupsi, tapi DPRD malah diam. Sidang etik harus segera digelar, dan sanksi tegas wajib dijatuhkan,” tegasnya.

Dasar Hukum Sidang Etik DPRD BK, semprot Iwan, tidak perlu menunggu vonis hakim. Bahwa landasan hukum sangat jelas dan eksplisit silakan baca dan dalami aturannya.

Iwan merekomendasi BK dan Pimpinan DPRD untuk baca Undang-undang dibawah, biar tidak takut bersikap. Masing-masing :

  1. UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sebagaimana diubah dengan UU 13/2019, Pasal 103 ayat (1): BK bertugas menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD.Pasal 103 ayat (2)–(3): BK berwenang melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas dugaan pelanggaran kode etik. Pasal 104 ayat (1): BK dapat memberikan rekomendasi sanksi, mulai dari teguran hingga pemberhentian dari jabatan alat kelengkapan.
  • UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 149 huruf h–i: DPRD wajib menjaga etik dan tata tertib, termasuk pembinaan anggota. Pasal 162 ayat (1) huruf a: Anggota DPRD diberhentikan antartahun (PAW) apabila divonis pidana, tetapi sebelum vonis, sanksi etik tetap dapat dijatuhkan. Pasal 154: DPRD menjalankan fungsi pengawasan—termasuk pengawasan internal terhadap perilaku anggotanya.
  • PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, Pasal 119–124: Mengatur secara rinci tugas BK, mekanisme penanganan pelanggaran kode etik, pemanggilan anggota, proses persidangan etik, hingga pemberian sanksi. Pasal 121 ayat (3) menegaskan BK dapat memproses anggota berdasarkan informasi awal, termasuk laporan masyarakat, tanpa perlu menunggu proses hukum selesai.
  • Peraturan DPRD tentang Kode Etik dan Tata Beracara BK, bahwa Setiap DPRD kabupaten/kota memiliki Peraturan DPRD sendiri, tetapi Umumnya mengatur sanksi: Teguran lisan, Teguran tertulis, Pemberhentian dari jabatan alat kelengkapan,  Pemberhentian sementara, hingga Rekomendasi PAW jika pelanggaran berat
Bacaan Sahabat JS  Apresiasi Kinerja Jaksa Sula, Pagama Imbau Hindari Tebang Pilih Aktor Korupsi di HAI-SUA

Dengan dasar hukum tersebut, Iwan menegaskan bahwa status tersangka dan laporan dugaan pencabulan merupakan cukup alasan dimulainya sidang etik, karena menyangkut perilaku yang mencoreng citra lembaga.(Ris-JS)